TUGAS MAKALAH INDIVIDU
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
Tentang :
PEGADAIAN SYARIAH
Oleh :
SEP PUTRI AYU ANDIRA
1630401167
Sepputriayuandiraiainbts.blogspot.com
Dosen Pembimbing:
Dr. SyukriIska, M.Ag
IfeldaNengsih, SEI., MA
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) BATUSANGKAR
2017/ 1438 H
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Seiring dengan
perkembangan zaman, dunia bisnis pun menjadi semakin marak. Dengan
berkembangnya dunia bisnis ini, kebutuhan dana menjadi hal yang tak dapat
dielakkan lagi baik oleh kalangan usahawan perseorangan maupun usahawan yang
tergabung dalam suatu badan hukum di dalam mengembangkan usahanya maupun di
dalam meningkatkan mutu produknya, sehingga dapat dicapai suatu keuntungan yang
memuaskan maupun tingkat kebutuhan bagi kalangan lainnya.
Untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut, saat ini
semakin banyak orang yang mendirikan suatu lembaga pembiayaan yang bergerak di
bidang penyediaan dana ataupun barang yang akan dipergunakan oleh pihak lain di
dalam mengembangkan usahanya.
Salah satu lembaga pembiayaan yang berkembang pesat
saat ini adalah sewa guna usaha atau biasa disebut juga dengan Leasing.
Saat ini, leasing merupakan salah satu cara perusahaan memperoleh asset
atau kepemilikan tanpa harus melalui proses yang berkepanjangan. Semuanya telah
diatur oleh perusahaan leasing yang disediakan oleh berbagai perusahaan.Leasing
juga merupakan salah satu langkah penghindaran resiko tinggi yang saat ini
sudah disadari oleh para usahawan yang ada.
2.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah operasional perusahaan leasing:
produk dan mekanisme pelaksanaan leasing?
2. Bagaimanakah perkembangan perusahaan leasing
dan tinjauan syariah terhadap leasing di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Operasional Perusahaan Leasing: Produk
Dan Mekanisme Pelaksanaan Leasing
1.
Pengertian Leasing
Leasing
berasal dari kata Lease yang berarti
sewa atau umumnya diartikan sewa menyewa, yaitu pembiayaan peralatan atau
barang modal yang digunakan untuk proses produksi oleh perusahaan. Leasing
menciptakan konsep baru untuk mendapatkan barang modal tanpa harus membeli atau
memiliki barang tersebut.
Banyak orang yang menyamakan istilah ijarah dengan leasing karena ijarah
adalah akad yang mengatur pemanfaatan hak guna tanpa terjadinya perpindahan
kepemilikan.Hal ini terjadi karena kedua istilah tersebut sama-sama mengacu
pada hal ihwal sewa menyawa.[1]
Dalam leasing terdapat kesepakatan
antara dua pihak, lessor (pihak yang
menyewakan) dan lesse (penyewa).Dalam
perjanjian ini terdapat persetujuan penyerahan atau pengalihan hak guna atau hk
apakai atas aktiva yang dimilikinya yang dapat disiapkanselama periode tertentu
dari lessor pada lesse. Selama periode yang dimaksuddalam perjanjian sebagai
balas jasa dari hak pakai yang diberikan lessor kepada lesse dituntut untuk
membayar sejumlah uang sewa atau kompensasi yang lain sesuai dengan perjanjian
yang dibuat oleh lessor dan lesse sehingga jangka waktu perjanjian lesse ini
dapat bervariasi tergantung pada kesepakatan bersama.[2]
Dalam leasing dikenal istilah Lease, yaitu suatu perjanjian
kontraktual antara Lessor dengan Lessee, yang memberikan hak kepada Lessee
untuk menggunakan harta tertentu yang dimiliki oleh Lessor selama jangka waktu
tertentu dengan memberikan imbalan berupa pembayaran tunai yang biasanya dilakukan
secara periodik, Lessor, yaitu pihak
yang menyewabelikan (Yang mempunyai barang) dan Lessee, yaitu pihak yang menyewa beli.[3]
2.
Produk Leasing
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara satu
perusahaan leasing dengan perusahaan leasing lainnya dapat berbeda. Di dalam
surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 Tanggal 21 November
1991, kegiatan leasing dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1. Melakukan sewa guna usaha dengan hak opsi bagi
lessee (finance lease)
2. Melakukan sewa guna usaha dengan tanpa hak opsi
bagi lessee (operating lease)
Ciri-ciri
kedua kegiatan leasing seperti yang dimaksudkan di atas adalah sebagai berikut:
1. Kriteria untuk finance lease apabila
suatu perusahaan leasing memenuhi persyaratan:
a. Jumlah pembayaran sewa guna usaha dan selama
masa sewa guna usaha pertama kali, ditambah dengan nilai sisa barang yang di
lease harus dapat menutupi harga perolehan barang modal yang dileasekan dan
keuntungan bagi pihak lessor.
b. Dalam perjanjian sewa guna usaha memuat
ketentuan mengenai hak opsi bagi lessee.
2. Sedangkan criteria untuk operating lease
adalah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Jumlah pembayaran selama masa leasing pertama
tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang dileasekan ditambah keuntungan
bagi pihak investor.
b. Di dalam perjanjian leasing tidak memuat
mengenai hak opsi bagi lessee.
Kemudian
dalam praktiknya transaksi finance leasing dibagi lagi ke dalam
bentuk-bentuk sebagai berikut:
1. Direct Finance Lease
Transaksi ini dikenal juga dengan namatrue
lease. Di mana dalam transaksi ini pihak lessor membeli barang modal atas
permintaan lessee dan sekaligus menyewagunakan barang tersebut kepada
lessee.Lessee dapat menentukan spesifikasi barang yang diinginkan termasuk
penentuan harga dan suppliernya. Oleh karena itu proses pembelian yang
dilakukan lessor hanyalah untuk memenuhi kebutuhan pihak lessee.
2. Sales dan Lease Back
Proses ini dilakukan di mana pihak lessee
menjual barang modalnya kepada lessor untuk dilakukan kontrak sewa guna usaha
atas barang tersebut, antara lessee dengan lessor. Metode ini biasanya
digunakan untuk menambah modal kerja pihak lessee.
Sedangkan
dalam operating lease di mana pihak lessor sengaja membelli barang modal
untuk kemudian dileasekan kepada pihak lessee.Biaya yang dikenakan terhadap
lessee adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang yang dibutuhkan
oleh lessee berikut bunganya.[4]
3.
Mekanisme Pelaksanaan Leasing
Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan
mekanisme yang harus dijalankan yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai
berikut:
Perjanjian leasing umumnya dalam bentuk
tertulis, dan memuat barbagai persyaratan termasuk kondisi dan persyaratan
transaksi leasing. Persyaratan-persyaratan dalam perjanjian tersebut
memuat jangka waktu lamanya barang tersebut digunakan, jumlah dan cara
pelaksanaan angsuran, serta spesifikasi barang yang disewa dan persyaratan
pengalihan pada akhir masa kontrak.
Mekanisme
proses transaksi leasing dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Lessor
(9)
(4) (3) (2) (5) (7)
(8)
(6)
(1)
Lessee supplier
Keterangan :
1.
Lessee menghubungi supplier untuk pemilihan dan
menentukan jenis barang, spesifikasi, harga, jangka waktu penagihan, dan
jaminan purna jual atas barang yang akan di lease.
2.
Lessee berunding dengan lessor mengenai
kebutuhan pembiayaan barang modal. Lessee dapat meminta lease
quatation (syarat-syarat pokok pembiayaan leasing) yang berisikan
antara lain : keterangan barang, harga barang, cash security deposit,
residual value, asuransi, biaya administrasi, jaminan uang sewa (lease
rental), dan persyaratan-persyaratan lainnya.
3.
Lessor mengirimkan letter of offer atau commitment
letter kepada lessor yang berisikan syarat-syarat pokok persetujuan lessor
untuk membiayai barang modal yang dibutuhkan lessee. Jika commitment
letter tersebut disetujui, maka selanjutnya ditandatangani oleh lessee dan dikembalikan kepada lessor.
4.
Penandatanganan
kontrak leasing dilakukan setelah semua persyaratan dipenuhi lessee.
Persetujuan atau kontrak tersebut mencakup pihak-pihak yang terlibat, hak
milik, jangka waktu, jasa leasing, opsi bagi lessee, penutupan
asuransi, tanggung jawab atas obyek leasing, perpajakan, jadwal
pembayaran angsuran dan sewa, dan sebagainya.
5.
Pengiriman
order beli kepada supplier disertai instruksi pengiriman barang kepada lessee
sesuai dengan tipe spesifikasi barang yang telah disetujui.
6.
Penyerahan
dokumen oleh supplier kepada lessor, termasuk faktur dan
bukti-bukti kepemilikan barang lainnya.
7.
Pembayaran
oleh lessor kepada supplier.
8.
Pembayaran
sewa (lease payment) secara berkala oleh lessee kepada lessor
selama masa leasing yang seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang
dibiayai beserta bunganya.[5]
B.
Perkembangan Perusahaan Leasing dan Tinjauan Syariah
Terhadap Leasing di Indonesia
1.
Perkembangan Perusahaan Leasing Di indonesia
Leasing
mulai dikenal sejak tahun 2000 sebelum masehi oleh bangsa Sumeria. Dokumen
leasing pada waktu itu yang dibuat dari tanah liat, mencatat berbagai transaksi
leasing yang meliputi peralatan pertanian, hak penggunaan tanah dan air serta
hewan ternak seperti lembu dan lain-lainnya.
Perkembangan
leasing secara modern diperkenalkan oleh T.M Tom Clark di negara Amerika pada
tahun 1850, yaitu pada saat pertama kali perusahaannya menyewakan kereta api.
Selanjutnya pada tahun 1887 The bell
Telephone Company mulai menyewakan telepon kepada para pelanggannya dengan
pembayaran secara periodik. Pada sekitar tahun 1952 perusahaan leasing di San
Fransisco mendatangi perusahaan-perusahaan penghasil barang untuk menawarkan
jasa penjualan secara leasing.Selanjutnya usaha leasing bekembang di
negara-negara lain seperti Inggris, Jerman dan Jepang.
Di
Indonesia kegiatanusaha leasing baru diperkenalkan pada tahun 1974 berdasarkan
Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan
Menteri Perdagangan Nomor Kp-122/MK/IV/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974, Dan No.
30/KPB/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 Tentang Perizinan Usaha Leasing.
Selanjutnya
sebagai lembaga yang bertugas dan berwenang memberi izin usaha bagi perusahaan
leasing, Menteri Keuangan mengeluarkan SK No. 649/MK/IV/5/1974 tanggal 6 Mei
1974 yang mengatur ketentuan tata cara perizinan dan kegiatan usaha lesing di
Indonesia.
Untuk
mendukung usaha ini Menteri Keuangan selanjutnya mengeluarkan SK No.
650/MK/IV/5/1974 tanggal 6 Mei 1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan
dan besarnya bea materai terhadap usaha leasing. Sejak itu perusahaan leasing
semakin bertambah jumlahnya dan mengalami peningkatan dari tahun ketahun
asampai dikeluarkannya kebijaksanaan deregulasi 20 Desember 1988.Dengan
dikeluarkannya paket deregulasi ini, maka ketentuan mengenai usaha leasing
sebelumnya dinyatakan tidak lagi berlaku. Di samping itu dengan Keppres No. 61
Tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK/013/1988 tanggal 20
Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tatacara Pelaksanaan Lembga Pembiayaan,
yang antara lain menerangkan bahwa perusahaan pembiayaan melakukan kegiatan
yang meliputi bidang usaha:
a.
Sewa guna usaha
b.
Modal ventura
c.
Perdagangan surat
berharga
d.
Anjak piutang
e.
Usaha kartu kredit
f.
Pembiayaan konsumen
Perkembangan usaha
leasing selanjutnya memang sangat mengesankan.Sampai dengan saat ini, leasing
di Indonesia telah ikut berkiprh dalam pembiayaan perusahaan-perusahaan
khususnya bidang ekonomi. Dari jumlah hanya tiga perusahaan di tahun 1975
menjadi 17 perusahaaan leasing pada tahun 1982, meningkat menjadi 47 perusahaan
pada tahun 1984 dan meningkat lagi menjadi 83 pada tahun 1987. Kemudian pada
tahun 1990 meningkat kembali menjadi 112 perusahaan leasing dan pada akhirnya
pada tahun 1993 telah menjadi 115 perusahaan.[6]
2. Tinjauan Syariah Terhadap Leasing di Indonesia
Mengingat di Indonesia hingga sekarang belum ada landasan hukum yang
mengatur tentang konsep leasing islam. Akan tetapi, konsep leasing islam
bukannya tidak mungkin dapat dikembangkan, mengingat berbagai produk yang
keluar dari sistem ekonomu islam pada dasarnya mengacu pada berbagai akad yang
dibenarkan secara islam dan juga memiliki landasan Islam Al-Qur`an dan Hadits.
Adapun berbagai akad yang dapat digunakan sebagai pengembangan konsep leasing
islam adalah:
1. Akad-akad bagi hasil, seperti mudarabah yang
berupa perjanjian antara pihak pemilik untuk membiayai sepenuhnya suatu proyek
ataupun usaha dengan adanya pembagian keuntungan yang disepakati secara
bersama.
2. Akad murabahah, yaitu perjanjian jual beli
barang antara pemilik barang dengan calon pembeli. Konsep leasing bisa masuk ke
dalam akad ini. Dengan adanya pembelian barang dan lalu menjualnya kepada calon
pembeli dengan adanya tambahan keuntungan berdasarkan persetujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
3. Salam, yaitu transaksi jual beli barang pesanan
(muslam fih) antara pembeli (muslam) dengan penjual (muslam ilaih). Dalam
transaksi ini barang belum tersedia sehingga barang yang menjadi objek
transaksi tersebut diserahkan secara tangguh, lessee dapat bertindak sebagai
muslam dan kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang (muslam
fih), maka hal ini disebut dengan salam parallel.
4. Rahn, yaitu transaksi penyerahan barang dari
nasabah kepada leasing sebagai jaminan sebagian atau seluruh utang. Dalam
bahasa yang umum tujuan dari akad rahn ini adalah untuk memberikan kembali
jaminan pembayaran kepada leasing dalam memberikan pembayaran.
5. Dari berbagai akad tersebut terlihat bahwa
konsep pembiayaan dengan basis bagi hasil merupakan konsep yang bisa diterapkan
dalam leasing. Dengan konsep bagi hasil, maka leasing, dalam hal ini melalui
supplier dapat memberikan dana ataupun modal dalam suatu barang tertentu.
Selain itu, supplier dalam leasing ini juga berfungsi sebagai mitra dan konsep
ini akan mendorong kedua belah pihak yang terikat dalam perjanjian leasing
islam untuk menyukseskan usaha yang dijalankan masing-masing.[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Leasing merupakan kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal (misal mobil atau mesin pabrik)
yang dibayar selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara
berkala. Bentuk kegiatan leasing dibedakan menjadi dua, yaitu operating
lease (yakni sewa beli tanpa hak opsi) dan financial lease (sewa
beli dengan hak opsi).
Operating
leasedalam istilah fiqih
sama dengan ijarah, sedangkan praktik financial lease yang sudah
disesuaikan dengan criteria syara’ dinamakan al-Ijarah Muntahia bit Tamlik (IMBT).
Leasing syariah
menjadi salah satu alternatif aktivitas pembiayaan di Indonesia.Dengan prinsip
syariah yang berlandaskan Al Qur’an dan Al Hadits, leasing syariah dapat
dijadikan salah satu lembaga penunjang aktivitas pembiayaan di Indonesia.
Munculnya
lembaga leasing merupakan alternatif yang menarik bagi para pengusaha
karena saat ini mereka cenderung menggunakan dana rupiah tunai untuk kegiatan
operasional perusahaan. Melalui leasing mereka bisa memperoleh dan untuk
membiayai pembelian barang-barang modal dengan jangka waktu pengembalian antara
3 -5 tahun atau lebih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar