TUGAS MAKALAH INDIVIDU
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
Tentang :
Oleh :
SEP PUTRI AYU ANDIRA
1630401167
Sepputriayuandiraiainbts.blogspot.com
Dosen Pembimbing:
Dr. SyukriIska, M.Ag
IfeldaNengsih, SEI., MA
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) BATUSANGKAR
2017/ 1438 H
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otoritas
Jasa Keuangan ( OJK) adalah: lembaga yang indenpenden dan bebas dari campur
tangan pihak lain, yang mempunyai fungi, tugas, dan wewenang, pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dari penyilidikan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang OJK.
Pembentukan
OJK ini dikarenakan perlunya suatu lembaga pengawasan yang mampu berfungsi
sebagai pengawasan yang mampu yang mempunyai otoritas terhadap seluruh lembag
keuangan, dimana lembaga pengawas tersebut bertanggung jawab terhadap kegiatan
usaha yang dilakukan oleh bank maupun lembaga non bank.
Untuk
melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat
peraturan pengawasan di bidang perbankan, untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan
wewenang bank Indonesia perlu melakukan pemeriksaan Khusus terhadap Bank
tertentu.
Krisis
moneter dan fiskal lah yang memunculkan gagasan agar BI cukup berkonsentrasi
pada pengelolaan moneter dan Departemen Keuangan cukup mengurusi masalah
fiskal. Rencana pemindahan fungsi pengawasan bank dari BI tersebut telah
dikukuhkan oleh pemerintah (presiden BJ Habibie) dengan disahkannya
Undang-Undang No 23 Tahun 1999 yang diantaranya dalam Pasal 34 menyetujui
pembentukan Lembaga Pengawasan Sektor Jasa Keuangan yang independen (OJK).
Keputusan
pemerintah tampaknya dilatarbelakangi pada pelaksanaan Sistem Pengawasan Bank
di Jerman yang terpisah dari Bank Sentralnya (Deutshe Bundesbank).
Lembaga independen kemudian disebut dengan Lembaga Otoritas Jasa Keuangan yang akan
melakukan pengawasan terhadap bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa
keuangan lainnya.
Selain
itu, terdapat alasan utama pemisahan fungsi pengawasan bank dari BI, yaitu
untuk mencegah kemungkinan timbulnya conflict of interest antara tugas
pengawasan bank dengan pengendalian kebijakan moneter. Risiko rusaknya nama
baik BI sebagai Bank Sentral, juga menjadi alasan pemindahan fungsi ini.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian OJK
dan LPS?
2.
Bagaimanakah tugas dan
wewenang OJK?
3.
Bagaimanakah mekanisme
kerja OJK dan LPS?
BAB II
PEMBAHASAN
PERAN DAN FUNGSI OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK ) DAN LEMBAGA PENYAMIN
SIMPANAN( LPS)
A. Pengertian OJK Dan LPS
1. Pengertian OJK
Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain,yang mempunyai fungsi,
tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan,dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam
Undang- Undang ini.
Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK), yang memiliki fungsi untuk
melakukan pengawasan atas industri jasa keuangan secara terpadu. Menurut
ketentuan Pasal 1 angka 1 UU OJK, dirumuskan bahwa OJK adalah lembaga yang mempunyai
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,
tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaaan, dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.[1]
Ada berbagai
pertimbangan yang menjadi alasan pemerintah untuk membentuk OJK yaitu adanya
berbagai perubahan yang terjadi dalam industri jasa keuangan, terutama
menyangkut empat faktor :
a.
Produk jasa keuangan
semakin bervariasi dan kompleks.
b.
Karena berbagai alasan
bisnis, lembaga-lembaga keuangan cenderung menjadi bagian dari konglomerasi.
c.
Globalisasi
perdagangan jasa meningkatkan arus transaksi keluar dari atau masuk ke
Indonesia.
d.
Perkembangan inovasi
teknologi bisnis yang sangat cepat, kompleksitas produk yang diperdagangkan
makin tinggi.
OJK
didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam mengatur dan pengawasan
pasar modal dan lembaga keuangan, serta mengganti peran Bank Indonesia dalam
pengaturan dan pengawasan bank, dan melindungi konsumen industri jasa keuangan.
2.
Pengertian LPS
Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) merupakan suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin
simpanan nasabah perbankan di Indonesia.Badan ini dibentuk berdasarkan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan.Setiapa bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik
Indonesia wajib menjadi peserta LPS.[2]
Mengingat bahwa
kebijakan penjaminan dapat berdampak pada sektor perbankan dan fiskal, maka di
dalam LPS terdapat wakil dari masing-masing otoritas yang berwenang.Keberadaan
para wakil otoritas tersebut dimaksud untuk bersamasama merumuskan kebijakan
penjaminan yang dapat mendukung kebijakan pada sektor-sektor tersebut.
Namun pada pelaksanaan
kebijakan tersebut merupakan sepenuhnya tanggung jawab dan kewenangan LPS tanpa
dapat dicampurtangani oleh pihak manapun.Sebagai contoh dalam melaksanakan
tugas penyelesaian bank yang dicabut izin usahanya, khususnya dalam rangka
penjualan/pengalihan aset bank tersebut, LPS tidak dapat dipengaruhi oleh
kepentingan pihak luar termasuk pemerintah.
Simpanan nasabah bank berdasarkan prinsip syariah
yang dijamin LPS berbentuk seperti berikut ini :
a.
Giro dengan prinsip wadiah.
b.
Tabungan dengan prinsip wadiah.
c.
Tabungan dengan
prinsip mudharabah muthlaqah atau prinsip mudharabah muqayyadah
yang risikonya ditanggung bank.
d.
Deposito dengan
prinsip mudharabah muthlaqah atau mudharabah muqayyadah.
e.
Simpanan berdasarkan
prinsip syariah lainnya ditetapkan LPS setelah mendapat pertimbangan Lembaga
Pengawas Perbankan.[3]
A. Tugas dan Wewenang OJK
Fungsi OJK
ditentukan dalam Pasal 5 UU OJK, yang berbunyi bahwa OJK berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
OJK
melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
1.
Kegiatan jasa keuangan
di sektor perbankan
2.
Kegiatan jasa keuangan
di sektor pasar modal
3.
Kegiatan jasa keuangan
di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa
keuangan lainnya.
Kewenangan OJK ditentukan dalam Pasal 7 UU
OJK, yang berbunyi bahwa dalam
melaksanakan tugasnya, OJK memiliki wewenang sebagai berikut:
1.
Pengaturan dan
pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi :
a.
Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan
kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan
sumber daya manusia, merger dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha
bank.
b.
Kegiatan usaha bank,
antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas
dibidang jasa;
2.
Pengaturan dan
pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi :
a.
Likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas
maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan
bank
b.
Laporan bank yang
terkait dengan kesehatan dan kinerja bank
c.
Sistem informasi
debitur
d.
Pengujian kredit (credit
testing)
e.
Standar akuntansi bank
3.
Pengaturan dan
pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi :
a.
Manajemen risiko
b.
Tata kelola bank
c.
Prinsip mengenai
nasabah dan anti pencucian uang
d.
Pencegahan pembiayaan
terorisme dan kejahatan perbankan
e.
Pemeriksaan bank
A.
Mekanisme Kerja
OJK dan LPS
1. Mekanisme
OJK
OJK harus senantiasa melaksanakan
kewajiban-kewajiban sebagai berikut :
a.
Memberikan informasi keuangan kepada BI dan LPS sesuai tugas dan wewenang
masing-masing, agar penyelenggaraan fungsinya berjalan aktif dan baik.
Informasi harus lengkap dan uptodate yang diperoleh melalui akses
langsung ke pusat informasi yang dipelihara OJK.
b.
OJK wajib bertukar informasi dengan BI dalam menyelenggarakan financial
stability analisys.
c.
OJK selaku otoritas pengatur tingkat kesehatan bank wajib memelihara
kerja sama yang baik dengan BI.
d.
Secara berkala, OJK menyampaikan laporan ke Menteri Keuangan tentang
efisiensi dan kesehatan dari individual bank.
e.
Untuk mengantisipasi terjadinya suatu gangguan serius terhadap
perekonomian nasional yang diakibatkan oleh bank tertentu, disusun suatu
mekanisme yang menciptakan kerjasama antara OJK, BI, LPS dan Departemen
Keuangan.[4]
2. Mekanisme
LPS
Berdasarkan Pasal 4 UU
No. 24 Tahun 2004, penjamin simpanan nasabah meliputi penjaminan bentuk yang
setara dengan simpanan bagi bank yang menggunakan prinsip syariah. LPS
berfungsi menciptakan dan memelihara stabilitas sistem keuangan bersama dengan
Menteri keuangan, BI dan Lembaga Pengawas Perbankan sesuai dengan peran dan
tugas masing-masing.
Sejak tanggal 22 Maret
2006, penjaminan oleh LPS meliputi simpanan paling banyak Rp 5 M per nasabah
per bank. Nilai simpanan yang dijamin tersebut akan dikurangi secara bertahap
menjadi paling banyak Rp 1 M sejak 22 September 2006 dan paling banyak Rp 100
juta sejak 22 Maret 2007.
Nilai simpanan yang
dijamin LPS mencakup saldo pada tanggal pencabutan izin usaha bank.Untuk
simpanan yang memiliki komponen bagi hasil, saldo tersebut meliputi pokok yang
ditambah bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah sampai tanggal pencabutan
izin usaha BUS, BPRS atau BUK yang menjadi induk UUS.
Pada dasarnya, LPS
bukanlah asuransi. Program penjaminan yang dilaksanakan LPS dikenal deposit
insurance, pertama kali digunakan di Amerika Serikat tahun 1933 sewaktu
mendirikan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC). Deposit
Insurance atau jaminan simpanan adalah jaminan yang diberikan kepada
nasabah penyimpan pada bank oleh penyelenggara penjaminan.[5]
Saat ini, sistem yang digunakan
LPS adalah flat rate.Sistem ini mengandung kelemahan karena dipercaya
menimbulkan insentif bagi bank untuk meningkatkan risiko dalam portofolio
mereka. Apabila LPS telah menggunakan risk base premium, maka permintaan
perbankan syariah dapat dipenuhi dalam artian bank syariah yang sehat membayar
premi lebih rendah dibandingkan bank syariah yang tidak sehat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK), yang memiliki fungsi untuk
melakukan pengawasan atas industri jasa keuangan secara terpadu.
Dalam UU NO 21 Tahun
2011 Pasal 6, OJK melaksanakan tugas
pengaturan danpengawasan
terhadap :
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan.
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal.
c. KegiatanjasakeuangandisektorPerasuransian,Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
merupakan suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah
perbankan di Indonesia.Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
[1]Zaidatul
amina, Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia: Melihat Dari:
Pengalaman Di Negara Lain, Universitas Negeri Surabaya, 2012, hal. 8.
[2]Heri Sudarsono.
Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Kampus Fakultas Ekonomi
UII. 2003),hlm.14
[3]Adrian Sutedi, Perbankan
SyariahTinjauan dan Beberapa Segi Hukum. (Jakarta : Ghalia Indonesia,2009),
hal. 154-156
[4]Gemala Dewi, Aspek-aspek
Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta:
Kencana,2006), hal.133
[5] Adrian Sutedi,
Perbankan SyariahTinjauan dan Beberapa Segi Hukum. (Jakarta : Ghalia
Indonesia,2009), hal. 159-161
Tidak ada komentar:
Posting Komentar