Senin, 08 Januari 2018

PERAN DAN FUNGSI OJK DAN LPS



TUGAS MAKALAH INDIVIDU
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
Tentang :
PERAN DAN FUNGSI OJK DAN LPS
Oleh :
SEP PUTRI AYU ANDIRA          
1630401167
Sepputriayuandiraiainbts.blogspot.com

Dosen Pembimbing:
Dr. SyukriIska, M.Ag
IfeldaNengsih, SEI., MA

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) BATUSANGKAR
2017/ 1438 H



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Otoritas Jasa Keuangan ( OJK) adalah: lembaga yang indenpenden dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungi, tugas, dan wewenang, pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dari penyilidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang OJK.
Pembentukan OJK ini dikarenakan perlunya suatu lembaga pengawasan yang mampu berfungsi sebagai pengawasan yang mampu yang mempunyai otoritas terhadap seluruh lembag keuangan, dimana lembaga pengawas tersebut bertanggung jawab terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank maupun lembaga non bank.
Untuk melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan, untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang bank Indonesia perlu melakukan pemeriksaan Khusus terhadap Bank tertentu.
Krisis moneter dan fiskal lah yang memunculkan gagasan agar BI cukup berkonsentrasi pada pengelolaan moneter dan Departemen Keuangan cukup mengurusi masalah fiskal. Rencana pemindahan fungsi pengawasan bank dari BI tersebut telah dikukuhkan oleh pemerintah (presiden BJ Habibie) dengan disahkannya Undang-Undang No 23 Tahun 1999 yang diantaranya dalam Pasal 34 menyetujui pembentukan Lembaga Pengawasan Sektor Jasa Keuangan yang independen (OJK).
Keputusan pemerintah tampaknya dilatarbelakangi pada pelaksanaan Sistem Pengawasan Bank di Jerman yang terpisah dari Bank Sentralnya (Deutshe Bundesbank). Lembaga independen kemudian disebut dengan Lembaga Otoritas Jasa Keuangan yang akan melakukan pengawasan terhadap bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya.
Selain itu, terdapat alasan utama pemisahan fungsi pengawasan bank dari BI, yaitu untuk mencegah kemungkinan timbulnya conflict of interest antara tugas pengawasan bank dengan pengendalian kebijakan moneter. Risiko rusaknya nama baik BI sebagai Bank Sentral, juga menjadi alasan pemindahan fungsi ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian OJK dan LPS?
2.      Bagaimanakah tugas dan wewenang OJK?
3.      Bagaimanakah mekanisme kerja OJK dan LPS?




BAB II
PEMBAHASAN
PERAN DAN FUNGSI OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK ) DAN LEMBAGA PENYAMIN SIMPANAN( LPS)

A.    Pengertian OJK Dan LPS
1.      Pengertian OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain,yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan,dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK), yang memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan atas industri jasa keuangan secara terpadu. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UU OJK, dirumuskan bahwa OJK adalah lembaga yang mempunyai independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.[1]
Ada berbagai pertimbangan yang menjadi alasan pemerintah untuk membentuk OJK yaitu adanya berbagai perubahan yang terjadi dalam industri jasa keuangan, terutama menyangkut empat faktor :
a.       Produk jasa keuangan semakin bervariasi dan kompleks.
b.      Karena berbagai alasan bisnis, lembaga-lembaga keuangan cenderung menjadi bagian dari konglomerasi.
c.       Globalisasi perdagangan jasa meningkatkan arus transaksi keluar dari atau masuk ke Indonesia.
d.      Perkembangan inovasi teknologi bisnis yang sangat cepat, kompleksitas produk yang diperdagangkan makin tinggi.

OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam mengatur dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, serta mengganti peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, dan melindungi konsumen industri jasa keuangan.

2.      Pengertian LPS
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merupakan suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia.Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.Setiapa bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta LPS.[2]
Mengingat bahwa kebijakan penjaminan dapat berdampak pada sektor perbankan dan fiskal, maka di dalam LPS terdapat wakil dari masing-masing otoritas yang berwenang.Keberadaan para wakil otoritas tersebut dimaksud untuk bersamasama merumuskan kebijakan penjaminan yang dapat mendukung kebijakan pada sektor-sektor tersebut.
Namun pada pelaksanaan kebijakan tersebut merupakan sepenuhnya tanggung jawab dan kewenangan LPS tanpa dapat dicampurtangani oleh pihak manapun.Sebagai contoh dalam melaksanakan tugas penyelesaian bank yang dicabut izin usahanya, khususnya dalam rangka penjualan/pengalihan aset bank tersebut, LPS tidak dapat dipengaruhi oleh kepentingan pihak luar termasuk pemerintah.
Simpanan nasabah bank berdasarkan prinsip syariah yang dijamin LPS berbentuk seperti berikut ini :
a.       Giro dengan prinsip wadiah.
b.      Tabungan dengan prinsip wadiah.
c.       Tabungan dengan prinsip mudharabah muthlaqah atau prinsip mudharabah muqayyadah yang risikonya ditanggung bank.
d.      Deposito dengan prinsip mudharabah muthlaqah atau mudharabah muqayyadah.
e.       Simpanan berdasarkan prinsip syariah lainnya ditetapkan LPS setelah mendapat pertimbangan Lembaga Pengawas Perbankan.[3]

A.  Tugas dan Wewenang OJK
Fungsi OJK ditentukan dalam Pasal 5 UU OJK, yang berbunyi bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
1.    Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan
2.    Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal
3.    Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
 Kewenangan OJK ditentukan dalam Pasal 7 UU OJK, yang        berbunyi bahwa dalam melaksanakan tugasnya, OJK memiliki wewenang sebagai berikut:                                                    
1.    Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi :
a.     Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank.
b.    Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas dibidang jasa;
2.    Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi :
a.    Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank
b.    Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank
c.    Sistem informasi debitur
d.   Pengujian kredit (credit testing)
e.    Standar akuntansi bank
3.    Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi :
a.    Manajemen risiko
b.    Tata kelola bank
c.    Prinsip mengenai nasabah dan anti pencucian uang
d.   Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan
e.    Pemeriksaan bank

        A.        Mekanisme Kerja OJK dan LPS
1.      Mekanisme OJK
OJK harus senantiasa melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai berikut :
a.       Memberikan informasi keuangan kepada BI dan LPS sesuai tugas dan wewenang masing-masing, agar penyelenggaraan fungsinya berjalan aktif dan baik. Informasi harus lengkap dan uptodate yang diperoleh melalui akses langsung ke pusat informasi yang dipelihara OJK.
b.      OJK wajib bertukar informasi dengan BI dalam menyelenggarakan financial stability analisys.
c.       OJK selaku otoritas pengatur tingkat kesehatan bank wajib memelihara kerja sama yang baik dengan BI.
d.      Secara berkala, OJK menyampaikan laporan ke Menteri Keuangan tentang efisiensi dan kesehatan dari individual bank.
e.       Untuk mengantisipasi terjadinya suatu gangguan serius terhadap perekonomian nasional yang diakibatkan oleh bank tertentu, disusun suatu mekanisme yang menciptakan kerjasama antara OJK, BI, LPS dan Departemen Keuangan.[4]

2.      Mekanisme LPS
             Berdasarkan Pasal 4 UU No. 24 Tahun 2004, penjamin simpanan nasabah meliputi penjaminan bentuk yang setara dengan simpanan bagi bank yang menggunakan prinsip syariah. LPS berfungsi menciptakan dan memelihara stabilitas sistem keuangan bersama dengan Menteri keuangan, BI dan Lembaga Pengawas Perbankan sesuai dengan peran dan tugas masing-masing.
             Sejak tanggal 22 Maret 2006, penjaminan oleh LPS meliputi simpanan paling banyak Rp 5 M per nasabah per bank. Nilai simpanan yang dijamin tersebut akan dikurangi secara bertahap menjadi paling banyak Rp 1 M sejak 22 September 2006 dan paling banyak Rp 100 juta sejak 22 Maret 2007.
             Nilai simpanan yang dijamin LPS mencakup saldo pada tanggal pencabutan izin usaha bank.Untuk simpanan yang memiliki komponen bagi hasil, saldo tersebut meliputi pokok yang ditambah bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah sampai tanggal pencabutan izin usaha BUS, BPRS atau BUK yang menjadi induk UUS.
             Pada dasarnya, LPS bukanlah asuransi. Program penjaminan yang dilaksanakan LPS dikenal deposit insurance, pertama kali digunakan di Amerika Serikat tahun 1933 sewaktu mendirikan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC). Deposit Insurance atau jaminan simpanan adalah jaminan yang diberikan kepada nasabah penyimpan pada bank oleh penyelenggara penjaminan.[5]
             Saat ini, sistem yang digunakan LPS adalah flat rate.Sistem ini mengandung kelemahan karena dipercaya menimbulkan insentif bagi bank untuk meningkatkan risiko dalam portofolio mereka. Apabila LPS telah menggunakan risk base premium, maka permintaan perbankan syariah dapat dipenuhi dalam artian bank syariah yang sehat membayar premi lebih rendah dibandingkan bank syariah yang tidak sehat.




BAB III
PENUTUP
        A.        Kesimpulan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK), yang memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan atas industri jasa keuangan secara terpadu.
Dalam UU NO 21 Tahun 2011 Pasal 6, OJK melaksanakan  tugas pengaturan  danpengawasan terhadap :
a.       Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan.
b.      Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal.
c.       KegiatanjasakeuangandisektorPerasuransian,Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merupakan suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia.Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.








[1]Zaidatul amina, Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia: Melihat Dari: Pengalaman Di Negara Lain, Universitas Negeri Surabaya, 2012, hal. 8.
[2]Heri Sudarsono. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Kampus Fakultas Ekonomi UII. 2003),hlm.14
[3]Adrian Sutedi, Perbankan SyariahTinjauan dan Beberapa Segi Hukum. (Jakarta : Ghalia Indonesia,2009), hal. 154-156
[4]Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana,2006), hal.133
[5] Adrian Sutedi, Perbankan SyariahTinjauan dan Beberapa Segi Hukum. (Jakarta : Ghalia Indonesia,2009), hal. 159-161

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERAN DAN FUNGSI DPS, DSN, DAN DK DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

TUGAS MAKALAH INDIVIDU MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK Tentang : PERAN DAN FUNGSI DPS, DSN,  DAN DK DALAM LEMBAGA KEU...