TUGAS MAKALAH INDIVIDU
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
Tentang :
PERAN DAN FUNGSI DPS, DSN, DAN DK DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Oleh :
SEP PUTRI AYU ANDIRA
1630401167
Sepputriayuandiraiainbts.blogspot.com
Dosen Pembimbing:
Dr. SyukriIska, M.Ag
IfeldaNengsih, SEI., MA
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) BATUSANGKAR
2017/ 1438 H
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar
Belakang
Kemunculan bank-bank syariah dan lembaga-lembaga
keuangan Islam lainnya di Indonesia ini merupakan fenomena menarik yang
kehadirannya tidak terlepas dari pengaruh beberapa faktor. Pertama, kepercayaan
kaum muslim bahwa disamping sebagai
sebuah agama dalam pengertian sebuah sistem kepercayaan. Meskipun Indonesia
terlambat dibandingkan negara-negara lain dalam memulai praktik keuangan
syariah, namun perlahan tapi pasti Indonesia menunjukkan kinerja yang jauh
lebih baik. Dalam industri perbankan syariah, misalnya secara kualitatif maupun
kuantitatif menggambarkan performa yang lebih baik. Jumlah bank umum yang
menawarkan layanan syariah si Indonesia melebihi Malaysia.
Namun demikian, dalam hal tertentu masih terdapat
beberapa kendala fundamental yang dihadapi para praktisi ekonomi syariah dalam
aplikasi teoi dan konsep fiqh muamalah yang menjadi landasan hukum Islam atas
produk dan transaksi yang ada. Dalam masalah muamalat sangat sedikit nash yang
membicarakannya. Hal ini menjadi indikasi bahwa dalam muamalat dibutuhkan
fleksibelitas, sesuai dengan perkembangan zaman, kondisi, situasi, ruang dan
waktu. Kehadiran Dewan Syariah Nasional sebagai lembaga yang menetapkan standar hukum syariah dan
mengaudit operasional perbankan syariah di indonesia dari aspek hukum syariah
dapat dianggap sebagai salah satu arana sosialisasi hukum Islam di Indonesia
dalam bidang muamalat.
A.
Rumusan Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan DPS, DSN dan DK?
2. Apasajakah
tugas dan wewenang DPS, DSN dan DK?
3. Bagaimanakah
hubungan DPS, DSN dan DK?
4.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian DPS, DSN dan DK
1. DPS
(Dewan Pengawas Syariah)
Berdasarkan Keputusan Dewan Pimpinan MUI
tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001, DPS adalah badan
yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan
keputusan DSN di lembaga keuangan syariah tersebut. Dewan Pengawas Syariah
diangkat dan diberhentikan di Lembaga Keuangan Syariah melalui RUPS setelah
mendapat rekomendasi dari DSN.
Dewan Pengawas Syariah adalah suatu
dewan yang sengaja dibentuk untuk mengawasi jalannya bank Syariah sehingga
senantiasa sesuai dengan prinsip Muamalah dalam Islam.[1]Dewan
Pengawas Syariah (DPS) adalah suatu Dewan yang sengaja dibentuk untuk mengawasi
jalannnya bank islam sehingga senantiasa sesuai dengan prinsip muamalah dalam
islam.[2]
Selain itu, DPS adalah badan independen yang ditempatkan
oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada perbankan dan lembaga keuangan Syariah.
Anggota DPS harus terdiri atas para pakar di bidang syariah muamalah yang juga
memiliki pengetahuan di bidang ekonomi perbankan.
2. DSN (Dewan SyariahNaisonal)
Dewan Syariah merupakan sebuah lembaga
yang berperan dalam menjamin keislaman keuangan syariah di seluruh dunia. Di
Indonesia, peran ini dijalankan oleh DSN (Dewan Syariah Nasional) yang dibentuk
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1998 dan dikukuhkan oleh SK Dewan
Pimpinan MUI No. Kep-754/MUI/II/1999 tanggal 10 Februari 1999. DSN ini
merupakan lembaga otonom di bawah Majelis Ulama Indonesia yang dipimpin oleh
ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan sekretaris (ex-officio).
3. DK (
DewanKeuanganSyariah)
Dewan keuangan syariah dapat memberikan teguran kepada
lembagakeuangan syariah jika lembaga keuangan tersebut menyimpang dari garis
panduan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan jika Dewan Syariah Nasional
(DSN) telah memberikan laporan dari Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang
bersangkutan mengenai hal tersebut.
Jika lembaga keuangan syariah itu tidak mengindahkan teguran
yang diberikan, DSN dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti
Bank Indonesia dan Departemen Keuangan, untuk memberikan sanksi agar perusaaan
tersebut tidak mengembangkan lebih jauh tindakan-tindakan yang tidak sesuai
dengan syariah.[3]
Dewan komisaris
perseroan bertugas dan bertanggung jawab secara manjelis atau kolektif dalam
mengawasi pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi serta memastikan
perseroan melaksanakan prinsip-prisip GCG.
Undang-Undang Perbankan Syariah pasal 30 ayat 1 sampai 3
menetapkan bahwa :
a.
Calon dewan komisaris dan calon direksi wajib lulus uji
kemampuan dan kepatutan yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
b.
Uji kemampuan dan kepatutan terhadap komisaris dan direksi
yang melanggar integritas dan tidak memenuhi kompetensi dilakukan oleh Bank
Indonesia.
c.
Komisaris dan direksi yang tidak lulus uji kemampuan dan
kepatutan wajib melepaskan jabatannya.
Kemudian
UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, khususnya pasal 93 untuk direksi dan pasal 110 untuk
dewan komisaris bahwa 5 tahun sebelum pengangkatan, calon dewan komisaris dan
direksi tidak pernah dinyatakan pailit, menjadi anggota direksi atau anggota
dewan komiaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan pailit,
atau dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara
dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
A. Tugas
dan Wewenang DPS, DSN, dan DK
1.
Tugas DPS
Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan suaha lembaga keuangan syariah
agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh
DSN-MUI. DPS berfungsi sebagai penasihat dan pemberi saran kepada Direksi,
Pimpinan Unit Usaha Syariah dan pimpinan kantor cabang Syariah mengenai hal-hal
yang terkait dengan aspek syariah. Selain itu berfungsi juga sebagai mediator
antara LKS dengan DSN-MUI dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan
produk dan jasa dari LKS yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN-MUI.
Dewan Pengawas Syariah bertugas mendiskusikan masalah-masalah dan
transaksi bisnis yang diajukan kepada
dewan sehingga dapat ditentukan tentang sesuai atau tidaknya masalah-masalah
tersebut dengan ketentuan –ketentuan syariah islam. Agar dewan dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik, dengan tetap berpijak pada fungsi amanah
tersebut, maka keanggotaanya disyaratkan terdiri dari orang-orang yang ahli
syariah dan sedikit banyak menguasai hukum dagang positif serta sudah berpengalaman
dalam penyelenggaraan kontrak-kontrak bisnis.
DPS berwenang:
a.
Memberikan pedoman secara garis besar tentang aspek syariah dari operasional bank
islam, baik penyerahan dana, penyaluran dana maupun kegiatan-kegiatan bank
lainnya.
b.
Mengadakan perbaikan terhadap suatu produk bank islam yang
telah atau sedang berjalan. Namun dinilai pelaksanaan nya bertentangan dengan
ketentuan syariah .
Keberhasilan pelaksanaan tugas dan wewenang dewan ini sangat
tergantung kepada indepedensinya didalam membuat suatu putusan atau penilaian
yang dibutuhkan. Independesi dewan ini
diharapkan dapat dijamin karena:
a.
Mereka bukan staf bank, sehingga tidak tunduk dibawah
kekuasaan administratif.
b.
Mereka dipilih oleh rapat umum pemegang saham, demikian juga
penentuan tentang hanorariumnya.
c.
Dewan pengawas mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas khusus
seperti halnya badan pengawas lainnya.[4]
2.
Tugas DSN
DSN bertugas
memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga
keuangan syariah.[5]
Sedangkan Menurut MUI (SK MUI No. Kep.754/II/1999), ada empat
tugas pokok DSN, yaitu sebagai berikut :
1) Menumbuhkembangkan
penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian.
2) Mengeluarkan
fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan.
3) Mengeluarkan
fatwa atas produk keuangan syariah.
4) Mengawasi
penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.[6]
3.
Tugas DK
Tugas dewan komisaris berdasarka UU No. 40 Tahun 2007 adalah sebagai
berikut:
a. Dewan Komisaris
melakukan pengawasan dan kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada
umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberikan nasihat
kepada direksi.
b. Anggota dewan
komisaris wajib dengang iktikad baik dan kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan
pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi.
c. Dewan komisaris
wajib membuat risalah rapat dewan komisaris dan menyimpan salinannya,
melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/keluarganya
kepada perseroan tersebut, dan memberikan laporan tugas pengawasan yang telah dilakukannya selama tahun buku
yang bar kepada RUPS.
d. Berdasarkan
anggaran dasar, dewan komisaris berwenang memberikan persetujuan atau bantuan
kepada direksi dalam melakukan perbuatan
hukum tertentu.
e. Berdasarkan
anggaran dasar atau keputusan RUPS, dewan komisaris dapat melakuakan tindakan
pengurusan perseroan, seperti layaknya direksi untuk jangka waktu tertentu.
f. Dalam menjalankan
tugas pengawasan, dewan komisarisdapat membentuk komite yang bertanggung jawab
kepada dewan komisaris dan anggotanya seorang atau lebih dari anggota dewan
komisaris.
g. Memberhentikan
sementara anggota direksi dengan menyebutkan alasannya.
Sedangkan tanggung jawab dewan komisaris berdasarkan UU No.
40 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:
a. Setiap anggota
dewan komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan
apabila yang bersangkutan bersalah dan lalai dalam menjalankan tugasnya.
b. Dewan komiaris
dapat digugat oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham karena
kesalahn atau kelalaiannya menimbulkan kerugian perseroan.
c. Anggota dewan
komisaris tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas kerugian apabila dapat
membuktikan telah melakukan pengawasan untuk kepentingan perseroan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan perseroan,
tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan direksi yang mengakibatkan kerugian, dan telah memberikan
nasihat kepada direksi untuk mencegah timbul dan berlanjutnya kerugian
tersebut.
d. Jika terjadi
kepailitan karena kesalahan atau
kelalaian dewan komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang
dilaksanakan oleh direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk membayar
seluruh kewajiban perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota dewan
komisaris bertanggung jawab dengan anggota direksi atas kewajiban yang belum
dilunasi.
B. Hubungan
DPS, DSN, dan DK
Dengan
berkembangnya Lembaga Keuangan Syariah, berkembang pula jumlah DPS yang berada
pada masing-masing Lembaga tersebut. Terkadang muncul fatwa yang berbeda antara
DPS satu lembaga dengan yang lainnya, dan hal seperti ini dikhawatirkan akan
membingungkan umat. Oleh karenanya MUI menganggap perlu dibentuknya satu Dewan
Syariah yang bersifat nasional, sekaligus membawahi seluruh Lembaga Keuangan
Syariah. Lembaga ini kemudian dikenal dengan nama Dewan Syarian Nasional (DSN.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah
suatu Dewan yang sengaja dibentuk untuk mengawasi jalannnya bank islam sehingga
senantiasa sesuai dengan prinsip muamalah dalam islam.
2. DSN ini merupakan
lembaga otonom di bawah Majelis Ulama Indonesia yang dipimpin oleh ketua Umum
Majelis Ulama Indonesia dan sekretaris (ex-officio).
3. Dewan keuangan
syariah dapat memberikan teguran kepada lembagakeuangan syariah jika lembaga
keuangan tersebut menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Hal ini
dilakukan jika Dewan Syariah Nasional (DSN) telah memberikan laporan dari Dewan
Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut.
4.
Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip
syariah yang telah difatwakan oleh DSN-MUI
5.
DSN bertugas memberikan rekomendasi para ulama yang akan
ditugaskan sebagai Dewan Syariah
Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah.
6. Dewan Komisaris
melakukan pengawasan dan kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada
umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberikan nasihat
kepada direksi, DLL.
[1] Karnaen
Purwataatmadja. Apa dan Bagaimana Bank Islam.(Yogyakarta: Dana Bhakti
Wakaf. 1992),hlm.2
[3]Muhammad Syafi’i Antonio, Bank
Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta:Gema Insani Press, 2001), hlm.32-33
[4]Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan
Lembaga-Lembaga Terkait (BAMUI, takaful dan pasar modal syariah)di Indonesia, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 51-52
[5]Muhammad Syafi’i Antonio, Bank
Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta:Gema Insani Press, 2001),hal. 51-52
Tidak ada komentar:
Posting Komentar