Senin, 08 Januari 2018

Perusahaan Leasing Syariah



TUGAS MAKALAH INDIVIDU
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
Tentang :
PERUSAHAAN LEASING
Oleh :
SEP PUTRI AYU ANDIRA          
1630401167
Sepputriayuandiraiainbts.blogspot.com

Dosen Pembimbing:
Dr. SyukriIska, M.Ag
IfeldaNengsih, SEI., MA

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) BATUSANGKAR
2017/ 1438 H



                                                                           BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, dunia bisnis pun menjadi semakin marak. Dengan berkembangnya dunia bisnis ini, kebutuhan dana menjadi hal yang tak dapat dielakkan lagi baik oleh kalangan usahawan perseorangan maupun usahawan yang tergabung dalam suatu badan hukum di dalam mengembangkan usahanya maupun di dalam meningkatkan mutu produknya, sehingga dapat dicapai suatu keuntungan yang memuaskan maupun tingkat kebutuhan bagi kalangan lainnya.
            Untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut, saat ini semakin banyak orang yang mendirikan suatu lembaga pembiayaan yang bergerak di bidang penyediaan dana ataupun barang yang akan dipergunakan oleh pihak lain di dalam mengembangkan usahanya.
            Salah satu lembaga pembiayaan yang berkembang pesat saat ini adalah sewa guna usaha atau biasa disebut juga dengan Leasing. Saat ini, leasing merupakan salah satu cara perusahaan memperoleh asset atau kepemilikan tanpa harus melalui proses yang berkepanjangan. Semuanya telah diatur oleh perusahaan leasing yang disediakan oleh berbagai perusahaan.Leasing juga merupakan salah satu langkah penghindaran resiko tinggi yang saat ini sudah disadari oleh para usahawan yang ada.

2.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah operasional perusahaan leasing: produk dan mekanisme pelaksanaan leasing?
2.      Bagaimanakah perkembangan perusahaan leasing dan tinjauan syariah terhadap leasing di Indonesia?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Operasional Perusahaan Leasing: Produk Dan Mekanisme Pelaksanaan Leasing
1.      Pengertian Leasing
Leasing berasal dari kata Lease yang berarti sewa atau umumnya diartikan sewa menyewa, yaitu pembiayaan peralatan atau barang modal yang digunakan untuk proses produksi oleh perusahaan. Leasing menciptakan konsep baru untuk mendapatkan barang modal tanpa harus membeli atau memiliki barang tersebut.
Banyak orang yang menyamakan istilah ijarah dengan leasing karena ijarah adalah akad yang mengatur pemanfaatan hak guna tanpa terjadinya perpindahan kepemilikan.Hal ini terjadi karena kedua istilah tersebut sama-sama mengacu pada hal ihwal sewa menyawa.[1]
Dalam leasing terdapat kesepakatan antara dua pihak, lessor (pihak yang menyewakan) dan lesse (penyewa).Dalam perjanjian ini terdapat persetujuan penyerahan atau pengalihan hak guna atau hk apakai atas aktiva yang dimilikinya yang dapat disiapkanselama periode tertentu dari lessor pada lesse. Selama periode yang dimaksuddalam perjanjian sebagai balas jasa dari hak pakai yang diberikan lessor kepada lesse dituntut untuk membayar sejumlah uang sewa atau kompensasi yang lain sesuai dengan perjanjian yang dibuat oleh lessor dan lesse sehingga jangka waktu perjanjian lesse ini dapat bervariasi tergantung pada kesepakatan bersama.[2]
Dalam leasing dikenal istilah Lease, yaitu suatu perjanjian kontraktual antara Lessor dengan Lessee, yang memberikan hak kepada Lessee untuk menggunakan harta tertentu yang dimiliki oleh Lessor selama jangka waktu tertentu dengan memberikan imbalan berupa pembayaran tunai yang biasanya dilakukan secara periodik, Lessor, yaitu pihak yang menyewabelikan (Yang mempunyai barang) dan Lessee, yaitu pihak yang menyewa beli.[3]

2.      Produk Leasing
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara satu perusahaan leasing dengan perusahaan leasing lainnya dapat berbeda. Di dalam surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 Tanggal 21 November 1991, kegiatan leasing dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1.      Melakukan sewa guna usaha dengan hak opsi bagi lessee (finance lease)
2.      Melakukan sewa guna usaha dengan tanpa hak opsi bagi lessee (operating lease)
Ciri-ciri kedua kegiatan leasing seperti yang dimaksudkan di atas adalah sebagai berikut:
1.      Kriteria untuk finance lease apabila suatu perusahaan leasing memenuhi persyaratan:
a.       Jumlah pembayaran sewa guna usaha dan selama masa sewa guna usaha pertama kali, ditambah dengan nilai sisa barang yang di lease harus dapat menutupi harga perolehan barang modal yang dileasekan dan keuntungan bagi pihak lessor.
b.      Dalam perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi lessee.
2.      Sedangkan criteria untuk operating lease adalah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.       Jumlah pembayaran selama masa leasing pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang dileasekan ditambah keuntungan bagi pihak investor.
b.      Di dalam perjanjian leasing tidak memuat mengenai hak opsi bagi lessee.
Kemudian dalam praktiknya transaksi finance leasing dibagi lagi ke dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:
1.      Direct Finance Lease
Transaksi ini dikenal juga dengan namatrue lease. Di mana dalam transaksi ini pihak lessor membeli barang modal atas permintaan lessee dan sekaligus menyewagunakan barang tersebut kepada lessee.Lessee dapat menentukan spesifikasi barang yang diinginkan termasuk penentuan harga dan suppliernya. Oleh karena itu proses pembelian yang dilakukan lessor hanyalah untuk memenuhi kebutuhan pihak lessee.
2.      Sales dan Lease Back
Proses ini dilakukan di mana pihak lessee menjual barang modalnya kepada lessor untuk dilakukan kontrak sewa guna usaha atas barang tersebut, antara lessee dengan lessor. Metode ini biasanya digunakan untuk menambah modal kerja pihak lessee.
Sedangkan dalam operating lease di mana pihak lessor sengaja membelli barang modal untuk kemudian dileasekan kepada pihak lessee.Biaya yang dikenakan terhadap lessee adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang yang dibutuhkan oleh lessee berikut bunganya.[4]
3.      Mekanisme Pelaksanaan Leasing
Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
Perjanjian leasing umumnya dalam bentuk tertulis, dan memuat barbagai persyaratan termasuk kondisi dan persyaratan transaksi leasing. Persyaratan-persyaratan dalam perjanjian tersebut memuat jangka waktu lamanya barang tersebut digunakan, jumlah dan cara pelaksanaan angsuran, serta spesifikasi barang yang disewa dan persyaratan pengalihan pada akhir masa kontrak.
       Mekanisme proses transaksi leasing dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Lessor
                                   
                     (9)   (4)   (3)   (2)                              (5)    (7)     (8)                    
    (6)
                                                             (1)       
 

                            Lessee                                                       supplier

Keterangan :
1.      Lessee menghubungi supplier untuk pemilihan dan menentukan jenis barang, spesifikasi, harga, jangka waktu penagihan, dan jaminan purna jual atas barang yang akan di lease.
2.      Lessee berunding dengan lessor mengenai kebutuhan pembiayaan barang modal. Lessee dapat meminta lease quatation (syarat-syarat pokok pembiayaan leasing) yang berisikan antara lain : keterangan barang, harga barang, cash security deposit, residual value, asuransi, biaya administrasi, jaminan uang sewa (lease rental), dan persyaratan-persyaratan lainnya.
3.      Lessor mengirimkan letter of offer atau commitment letter kepada lessor yang berisikan syarat-syarat pokok persetujuan lessor untuk membiayai barang modal yang dibutuhkan lessee. Jika commitment letter tersebut disetujui, maka selanjutnya ditandatangani oleh lessee  dan dikembalikan kepada lessor.
4.      Penandatanganan kontrak leasing dilakukan setelah semua persyaratan dipenuhi lessee. Persetujuan atau kontrak tersebut mencakup pihak-pihak yang terlibat, hak milik, jangka waktu, jasa leasing, opsi bagi lessee, penutupan asuransi, tanggung jawab atas obyek leasing, perpajakan, jadwal pembayaran angsuran dan sewa, dan sebagainya.
5.      Pengiriman order beli kepada supplier disertai instruksi pengiriman barang kepada lessee sesuai dengan tipe spesifikasi barang yang telah disetujui.
6.      Penyerahan dokumen oleh supplier kepada lessor, termasuk faktur dan bukti-bukti kepemilikan barang lainnya.
7.      Pembayaran oleh lessor kepada supplier.
8.      Pembayaran sewa (lease payment) secara berkala oleh lessee kepada lessor selama masa leasing yang seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang dibiayai beserta bunganya.[5]


B.     Perkembangan Perusahaan Leasing dan Tinjauan Syariah Terhadap Leasing di Indonesia
1.      Perkembangan Perusahaan Leasing Di indonesia
Leasing mulai dikenal sejak tahun 2000 sebelum masehi oleh bangsa Sumeria. Dokumen leasing pada waktu itu yang dibuat dari tanah liat, mencatat berbagai transaksi leasing yang meliputi peralatan pertanian, hak penggunaan tanah dan air serta hewan ternak seperti lembu dan lain-lainnya.
Perkembangan leasing secara modern diperkenalkan oleh T.M Tom Clark di negara Amerika pada tahun 1850, yaitu pada saat pertama kali perusahaannya menyewakan kereta api. Selanjutnya pada tahun 1887 The bell Telephone Company mulai menyewakan telepon kepada para pelanggannya dengan pembayaran secara periodik. Pada sekitar tahun 1952 perusahaan leasing di San Fransisco mendatangi perusahaan-perusahaan penghasil barang untuk menawarkan jasa penjualan secara leasing.Selanjutnya usaha leasing bekembang di negara-negara lain seperti Inggris, Jerman dan Jepang.
Di Indonesia kegiatanusaha leasing baru diperkenalkan pada tahun 1974 berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Nomor Kp-122/MK/IV/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974, Dan No. 30/KPB/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 Tentang Perizinan Usaha Leasing.
Selanjutnya sebagai lembaga yang bertugas dan berwenang memberi izin usaha bagi perusahaan leasing, Menteri Keuangan mengeluarkan SK No. 649/MK/IV/5/1974 tanggal 6 Mei 1974 yang mengatur ketentuan tata cara perizinan dan kegiatan usaha lesing di Indonesia.
Untuk mendukung usaha ini Menteri Keuangan selanjutnya mengeluarkan SK No. 650/MK/IV/5/1974 tanggal 6 Mei 1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea materai terhadap usaha leasing. Sejak itu perusahaan leasing semakin bertambah jumlahnya dan mengalami peningkatan dari tahun ketahun asampai dikeluarkannya kebijaksanaan deregulasi 20 Desember 1988.Dengan dikeluarkannya paket deregulasi ini, maka ketentuan mengenai usaha leasing sebelumnya dinyatakan tidak lagi berlaku. Di samping itu dengan Keppres No. 61 Tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK/013/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tatacara Pelaksanaan Lembga Pembiayaan, yang antara lain menerangkan bahwa perusahaan pembiayaan melakukan kegiatan yang meliputi bidang usaha:
a.    Sewa guna usaha
b.    Modal ventura
c.    Perdagangan surat berharga
d.   Anjak piutang
e.    Usaha kartu kredit
f.     Pembiayaan konsumen
Perkembangan usaha leasing selanjutnya memang sangat mengesankan.Sampai dengan saat ini, leasing di Indonesia telah ikut berkiprh dalam pembiayaan perusahaan-perusahaan khususnya bidang ekonomi. Dari jumlah hanya tiga perusahaan di tahun 1975 menjadi 17 perusahaaan leasing pada tahun 1982, meningkat menjadi 47 perusahaan pada tahun 1984 dan meningkat lagi menjadi 83 pada tahun 1987. Kemudian pada tahun 1990 meningkat kembali menjadi 112 perusahaan leasing dan pada akhirnya pada tahun 1993 telah menjadi 115 perusahaan.[6]
2.      Tinjauan Syariah Terhadap Leasing di Indonesia
Mengingat di Indonesia  hingga sekarang belum ada landasan hukum yang mengatur tentang konsep leasing islam. Akan tetapi, konsep leasing islam bukannya tidak mungkin dapat dikembangkan, mengingat berbagai produk yang keluar dari sistem ekonomu islam pada dasarnya mengacu pada berbagai akad yang dibenarkan secara islam dan juga memiliki landasan Islam Al-Qur`an dan Hadits. Adapun berbagai akad yang dapat digunakan sebagai pengembangan konsep leasing islam adalah:
1.    Akad-akad bagi hasil, seperti mudarabah yang berupa perjanjian antara pihak pemilik untuk membiayai sepenuhnya suatu proyek ataupun usaha dengan adanya pembagian keuntungan yang disepakati secara bersama.
2.      Akad murabahah, yaitu perjanjian jual beli barang antara pemilik barang dengan calon pembeli. Konsep leasing bisa masuk ke dalam akad ini. Dengan adanya pembelian barang dan lalu menjualnya kepada calon pembeli dengan adanya tambahan keuntungan berdasarkan persetujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
3.    Salam, yaitu transaksi jual beli barang pesanan (muslam fih) antara pembeli (muslam) dengan penjual (muslam ilaih). Dalam transaksi ini barang belum tersedia sehingga barang yang menjadi objek transaksi tersebut diserahkan secara tangguh, lessee dapat bertindak sebagai muslam dan kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang (muslam fih), maka hal ini disebut dengan salam parallel.
4.    Rahn, yaitu transaksi penyerahan barang dari nasabah kepada leasing sebagai jaminan sebagian atau seluruh utang. Dalam bahasa yang umum tujuan dari akad rahn ini adalah untuk memberikan kembali jaminan pembayaran kepada leasing dalam memberikan pembayaran.
5.    Dari berbagai akad tersebut terlihat bahwa konsep pembiayaan dengan basis bagi hasil merupakan konsep yang bisa diterapkan dalam leasing. Dengan konsep bagi hasil, maka leasing, dalam hal ini melalui supplier dapat memberikan dana ataupun modal dalam suatu barang tertentu. Selain itu, supplier dalam leasing ini juga berfungsi sebagai mitra dan konsep ini akan mendorong kedua belah pihak yang terikat dalam perjanjian leasing islam untuk menyukseskan usaha yang dijalankan masing-masing.[7]




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
       Leasing merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal (misal mobil atau mesin pabrik) yang dibayar selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Bentuk kegiatan leasing dibedakan menjadi dua, yaitu operating lease (yakni sewa beli tanpa hak opsi) dan financial lease (sewa beli dengan hak opsi).
       Operating leasedalam istilah fiqih sama dengan ijarah, sedangkan praktik financial lease yang sudah disesuaikan dengan criteria syara’ dinamakan al-Ijarah Muntahia bit Tamlik (IMBT).
       Leasing syariah menjadi salah satu alternatif aktivitas pembiayaan di Indonesia.Dengan prinsip syariah yang berlandaskan Al Qur’an dan Al Hadits, leasing syariah dapat dijadikan salah satu lembaga penunjang aktivitas pembiayaan di Indonesia.
       Munculnya lembaga leasing merupakan alternatif yang menarik bagi para pengusaha karena saat ini mereka cenderung menggunakan dana rupiah tunai untuk kegiatan operasional perusahaan. Melalui leasing mereka bisa memperoleh dan untuk membiayai pembelian barang-barang modal dengan jangka waktu pengembalian antara 3 -5 tahun atau lebih.




[1]Syukri Iska, Rizal.Lembaga Keuangan Syariah(Batusangkar: STAIN Batusangkar Press.2005),hlm.98
[2]Veithzal Rivai.Bank and Financial Institution Management (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.2007),hlm.1209-1210
[3]Ekastuti.staff.gundarma.ac.id(Akuntansi untuk Leasing.pdf) ,hlm.1
[4]Kamsir,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya,(Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,1998)hal. 244-245
                [5]Martono.Bank & Lembaga Keuangan Lain(Yogyakarta: Ekonisia.2007),hal. 122-123
[6]Martono.Bank & Lembaga Keuangan Lain(Yogyakarta: Ekonisia.2007),hlm.114-116







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERAN DAN FUNGSI DPS, DSN, DAN DK DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

TUGAS MAKALAH INDIVIDU MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK Tentang : PERAN DAN FUNGSI DPS, DSN,  DAN DK DALAM LEMBAGA KEU...