Senin, 08 Januari 2018

PERAN DAN FUNGSI DPS, DSN, DAN DK DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH



TUGAS MAKALAH INDIVIDU
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
Tentang :

PERAN DAN FUNGSI DPS, DSN, DAN DK DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Oleh :
SEP PUTRI AYU ANDIRA          
1630401167
Sepputriayuandiraiainbts.blogspot.com

Dosen Pembimbing:
Dr. SyukriIska, M.Ag
IfeldaNengsih, SEI., MA

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) BATUSANGKAR
2017/ 1438 H




BAB I
PENDAHULUAN
a.      Latar Belakang
Kemunculan bank-bank syariah dan lembaga-lembaga keuangan Islam lainnya di Indonesia ini merupakan fenomena menarik yang kehadirannya tidak terlepas dari pengaruh beberapa faktor. Pertama, kepercayaan kaum muslim  bahwa disamping sebagai sebuah agama dalam pengertian sebuah sistem kepercayaan. Meskipun Indonesia terlambat dibandingkan negara-negara lain dalam memulai praktik keuangan syariah, namun perlahan tapi pasti Indonesia menunjukkan kinerja yang jauh lebih baik. Dalam industri perbankan syariah, misalnya secara kualitatif maupun kuantitatif menggambarkan performa yang lebih baik. Jumlah bank umum yang menawarkan layanan syariah si Indonesia melebihi Malaysia.
Namun demikian, dalam hal tertentu masih terdapat beberapa kendala fundamental yang dihadapi para praktisi ekonomi syariah dalam aplikasi teoi dan konsep fiqh muamalah yang menjadi landasan hukum Islam atas produk dan transaksi yang ada. Dalam masalah muamalat sangat sedikit nash yang membicarakannya. Hal ini menjadi indikasi bahwa dalam muamalat dibutuhkan fleksibelitas, sesuai dengan perkembangan zaman, kondisi, situasi, ruang dan waktu. Kehadiran Dewan Syariah Nasional sebagai lembaga yang  menetapkan standar hukum syariah dan mengaudit operasional perbankan syariah di indonesia dari aspek hukum syariah dapat dianggap sebagai salah satu arana sosialisasi hukum Islam di Indonesia dalam bidang muamalat.
        A.        Rumusan Masalah
1.    Apakah yang dimaksud dengan DPS, DSN dan DK?
2.    Apasajakah tugas dan wewenang DPS, DSN dan DK?
3.    Bagaimanakah hubungan DPS, DSN dan DK?
4.     
BAB II
PEMBAHASAN
        A.        Pengertian DPS, DSN dan DK
1.    DPS (Dewan Pengawas Syariah)
Berdasarkan Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001, DPS adalah badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah tersebut. Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan di Lembaga Keuangan Syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.
Dewan Pengawas Syariah adalah suatu dewan yang sengaja dibentuk untuk mengawasi jalannya bank Syariah sehingga senantiasa sesuai dengan prinsip Muamalah dalam Islam.[1]Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah suatu Dewan yang sengaja dibentuk untuk mengawasi jalannnya bank islam sehingga senantiasa sesuai dengan prinsip muamalah dalam islam.[2]
             Selain itu, DPS adalah badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada perbankan dan lembaga keuangan Syariah. Anggota DPS harus terdiri atas para pakar di bidang syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan di bidang ekonomi perbankan.

2.      DSN (Dewan SyariahNaisonal)
Dewan Syariah merupakan sebuah lembaga yang berperan dalam menjamin keislaman keuangan syariah di seluruh dunia. Di Indonesia, peran ini dijalankan oleh DSN (Dewan Syariah Nasional) yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1998 dan dikukuhkan oleh SK Dewan Pimpinan MUI No. Kep-754/MUI/II/1999 tanggal 10 Februari 1999. DSN ini merupakan lembaga otonom di bawah Majelis Ulama Indonesia yang dipimpin oleh ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan sekretaris (ex-officio).
3.      DK ( DewanKeuanganSyariah)
Dewan keuangan syariah dapat memberikan teguran kepada lembagakeuangan syariah jika lembaga keuangan tersebut menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan jika Dewan Syariah Nasional (DSN) telah memberikan laporan dari Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut.
Jika lembaga keuangan syariah itu tidak mengindahkan teguran yang diberikan, DSN dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan, untuk memberikan sanksi agar perusaaan tersebut tidak mengembangkan lebih jauh tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan syariah.[3]
Dewan komisaris perseroan bertugas dan bertanggung jawab secara manjelis atau kolektif dalam mengawasi pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi serta memastikan perseroan melaksanakan prinsip-prisip GCG.

             Undang-Undang Perbankan Syariah pasal 30 ayat 1 sampai 3 menetapkan bahwa :
a.    Calon dewan komisaris dan calon direksi wajib lulus uji kemampuan dan kepatutan yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
b.    Uji kemampuan dan kepatutan terhadap komisaris dan direksi yang melanggar integritas dan tidak memenuhi kompetensi dilakukan oleh Bank Indonesia.
c.    Komisaris dan direksi yang tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan wajib melepaskan jabatannya.

             Kemudian UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, khususnya  pasal 93 untuk direksi dan pasal 110 untuk dewan komisaris bahwa 5 tahun sebelum pengangkatan, calon dewan komisaris dan direksi tidak pernah dinyatakan pailit, menjadi anggota direksi atau anggota dewan komiaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan pailit, atau dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.

A.  Tugas dan Wewenang DPS, DSN, dan DK
1.      Tugas DPS
Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan suaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN-MUI. DPS berfungsi sebagai penasihat dan pemberi saran kepada Direksi, Pimpinan Unit Usaha Syariah dan pimpinan kantor cabang Syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah. Selain itu berfungsi juga sebagai mediator antara LKS dengan DSN-MUI dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari LKS yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN-MUI.
Dewan Pengawas Syariah bertugas mendiskusikan masalah-masalah dan transaksi  bisnis yang diajukan kepada dewan sehingga dapat ditentukan tentang sesuai atau tidaknya masalah-masalah tersebut dengan ketentuan –ketentuan syariah islam. Agar dewan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, dengan tetap berpijak pada fungsi amanah tersebut, maka keanggotaanya disyaratkan terdiri dari orang-orang yang ahli syariah dan sedikit banyak menguasai hukum dagang positif serta sudah berpengalaman dalam penyelenggaraan kontrak-kontrak bisnis.
DPS berwenang:
a.    Memberikan pedoman secara garis besar  tentang aspek syariah dari operasional bank islam, baik penyerahan dana, penyaluran dana maupun kegiatan-kegiatan bank lainnya.
b.    Mengadakan perbaikan terhadap suatu produk bank islam yang telah atau sedang berjalan. Namun dinilai pelaksanaan nya bertentangan dengan ketentuan syariah .
Keberhasilan pelaksanaan tugas dan wewenang dewan ini sangat tergantung kepada indepedensinya didalam membuat suatu putusan atau penilaian yang dibutuhkan.  Independesi dewan ini diharapkan dapat dijamin karena:
a.    Mereka bukan staf bank, sehingga tidak tunduk dibawah kekuasaan administratif.
b.    Mereka dipilih oleh rapat umum pemegang saham, demikian juga penentuan tentang hanorariumnya.
c.    Dewan pengawas mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas khusus seperti halnya badan pengawas lainnya.[4]

2.      Tugas DSN
DSN bertugas memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai  Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah.[5]
       Sedangkan Menurut MUI (SK MUI No. Kep.754/II/1999), ada empat tugas pokok DSN, yaitu sebagai berikut :
1)      Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian.
2)      Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan.
3)      Mengeluarkan fatwa atas produk keuangan syariah.
4)      Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.[6]

3.      Tugas DK
Tugas dewan komisaris berdasarka UU No. 40 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:
a.    Dewan Komisaris melakukan pengawasan dan kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberikan nasihat kepada direksi.
b.    Anggota dewan komisaris wajib dengang iktikad baik dan kehati-hatian,  dan bertanggung jawab dalam menjalankan pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi.
c.    Dewan komisaris wajib membuat risalah rapat dewan komisaris dan menyimpan salinannya, melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/keluarganya kepada perseroan tersebut, dan memberikan laporan tugas pengawasan  yang telah dilakukannya selama tahun buku yang bar kepada RUPS.
d.   Berdasarkan anggaran dasar, dewan komisaris berwenang memberikan persetujuan atau bantuan kepada direksi  dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
e.    Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, dewan komisaris dapat melakuakan tindakan pengurusan perseroan, seperti layaknya direksi untuk jangka waktu tertentu.
f.     Dalam menjalankan tugas pengawasan, dewan komisarisdapat membentuk komite yang bertanggung jawab kepada dewan komisaris dan anggotanya seorang atau lebih dari anggota dewan komisaris.
g.    Memberhentikan sementara anggota direksi dengan menyebutkan alasannya.
Sedangkan tanggung jawab dewan komisaris berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:
a.    Setiap anggota dewan komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah dan lalai dalam menjalankan tugasnya.
b.    Dewan komiaris dapat digugat oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10  bagian dari jumlah seluruh saham karena kesalahn atau kelalaiannya menimbulkan kerugian perseroan.
c.    Anggota dewan komisaris tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas kerugian apabila dapat membuktikan telah melakukan pengawasan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud  dan tujuan perseroan, tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan direksi yang mengakibatkan kerugian, dan telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah timbul dan berlanjutnya kerugian tersebut.
d.   Jika terjadi kepailitan karena kesalahan  atau kelalaian dewan komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota dewan komisaris bertanggung jawab dengan anggota direksi atas kewajiban yang belum dilunasi.

B.  Hubungan DPS, DSN, dan DK
Dengan berkembangnya Lembaga Keuangan Syariah, berkembang pula jumlah DPS yang berada pada masing-masing Lembaga tersebut. Terkadang muncul fatwa yang berbeda antara DPS satu lembaga dengan yang lainnya, dan hal seperti ini dikhawatirkan akan membingungkan umat. Oleh karenanya MUI menganggap perlu dibentuknya satu Dewan Syariah yang bersifat nasional, sekaligus membawahi seluruh Lembaga Keuangan Syariah. Lembaga ini kemudian dikenal dengan nama Dewan Syarian Nasional (DSN.






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah suatu Dewan yang sengaja dibentuk untuk mengawasi jalannnya bank islam sehingga senantiasa sesuai dengan prinsip muamalah dalam islam.
2.      DSN ini merupakan lembaga otonom di bawah Majelis Ulama Indonesia yang dipimpin oleh ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan sekretaris (ex-officio).
3.      Dewan keuangan syariah dapat memberikan teguran kepada lembagakeuangan syariah jika lembaga keuangan tersebut menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan jika Dewan Syariah Nasional (DSN) telah memberikan laporan dari Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut.
4.      Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN-MUI
5.      DSN bertugas memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai  Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah.
6.      Dewan Komisaris melakukan pengawasan dan kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberikan nasihat kepada direksi, DLL.


[1] Karnaen Purwataatmadja. Apa dan Bagaimana Bank Islam.(Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf. 1992),hlm.2
                [2]Karnaen A. Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Apa Dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima Yasa), hal.2
[3]Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta:Gema Insani Press, 2001), hlm.32-33
[4]Warkum  Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (BAMUI, takaful dan pasar modal syariah)di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 51-52
[5]Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta:Gema Insani Press, 2001),hal. 51-52
                [6]Adrian Sutedi, Perbankan Syariah : Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum.....hal. 147-149

PERAN DAN FUNGSI OJK DAN LPS



TUGAS MAKALAH INDIVIDU
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
Tentang :
PERAN DAN FUNGSI OJK DAN LPS
Oleh :
SEP PUTRI AYU ANDIRA          
1630401167
Sepputriayuandiraiainbts.blogspot.com

Dosen Pembimbing:
Dr. SyukriIska, M.Ag
IfeldaNengsih, SEI., MA

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) BATUSANGKAR
2017/ 1438 H



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Otoritas Jasa Keuangan ( OJK) adalah: lembaga yang indenpenden dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungi, tugas, dan wewenang, pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dari penyilidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang OJK.
Pembentukan OJK ini dikarenakan perlunya suatu lembaga pengawasan yang mampu berfungsi sebagai pengawasan yang mampu yang mempunyai otoritas terhadap seluruh lembag keuangan, dimana lembaga pengawas tersebut bertanggung jawab terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank maupun lembaga non bank.
Untuk melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan, untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang bank Indonesia perlu melakukan pemeriksaan Khusus terhadap Bank tertentu.
Krisis moneter dan fiskal lah yang memunculkan gagasan agar BI cukup berkonsentrasi pada pengelolaan moneter dan Departemen Keuangan cukup mengurusi masalah fiskal. Rencana pemindahan fungsi pengawasan bank dari BI tersebut telah dikukuhkan oleh pemerintah (presiden BJ Habibie) dengan disahkannya Undang-Undang No 23 Tahun 1999 yang diantaranya dalam Pasal 34 menyetujui pembentukan Lembaga Pengawasan Sektor Jasa Keuangan yang independen (OJK).
Keputusan pemerintah tampaknya dilatarbelakangi pada pelaksanaan Sistem Pengawasan Bank di Jerman yang terpisah dari Bank Sentralnya (Deutshe Bundesbank). Lembaga independen kemudian disebut dengan Lembaga Otoritas Jasa Keuangan yang akan melakukan pengawasan terhadap bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya.
Selain itu, terdapat alasan utama pemisahan fungsi pengawasan bank dari BI, yaitu untuk mencegah kemungkinan timbulnya conflict of interest antara tugas pengawasan bank dengan pengendalian kebijakan moneter. Risiko rusaknya nama baik BI sebagai Bank Sentral, juga menjadi alasan pemindahan fungsi ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian OJK dan LPS?
2.      Bagaimanakah tugas dan wewenang OJK?
3.      Bagaimanakah mekanisme kerja OJK dan LPS?




BAB II
PEMBAHASAN
PERAN DAN FUNGSI OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK ) DAN LEMBAGA PENYAMIN SIMPANAN( LPS)

A.    Pengertian OJK Dan LPS
1.      Pengertian OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain,yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan,dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK), yang memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan atas industri jasa keuangan secara terpadu. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UU OJK, dirumuskan bahwa OJK adalah lembaga yang mempunyai independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.[1]
Ada berbagai pertimbangan yang menjadi alasan pemerintah untuk membentuk OJK yaitu adanya berbagai perubahan yang terjadi dalam industri jasa keuangan, terutama menyangkut empat faktor :
a.       Produk jasa keuangan semakin bervariasi dan kompleks.
b.      Karena berbagai alasan bisnis, lembaga-lembaga keuangan cenderung menjadi bagian dari konglomerasi.
c.       Globalisasi perdagangan jasa meningkatkan arus transaksi keluar dari atau masuk ke Indonesia.
d.      Perkembangan inovasi teknologi bisnis yang sangat cepat, kompleksitas produk yang diperdagangkan makin tinggi.

OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam mengatur dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, serta mengganti peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, dan melindungi konsumen industri jasa keuangan.

2.      Pengertian LPS
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merupakan suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia.Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.Setiapa bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta LPS.[2]
Mengingat bahwa kebijakan penjaminan dapat berdampak pada sektor perbankan dan fiskal, maka di dalam LPS terdapat wakil dari masing-masing otoritas yang berwenang.Keberadaan para wakil otoritas tersebut dimaksud untuk bersamasama merumuskan kebijakan penjaminan yang dapat mendukung kebijakan pada sektor-sektor tersebut.
Namun pada pelaksanaan kebijakan tersebut merupakan sepenuhnya tanggung jawab dan kewenangan LPS tanpa dapat dicampurtangani oleh pihak manapun.Sebagai contoh dalam melaksanakan tugas penyelesaian bank yang dicabut izin usahanya, khususnya dalam rangka penjualan/pengalihan aset bank tersebut, LPS tidak dapat dipengaruhi oleh kepentingan pihak luar termasuk pemerintah.
Simpanan nasabah bank berdasarkan prinsip syariah yang dijamin LPS berbentuk seperti berikut ini :
a.       Giro dengan prinsip wadiah.
b.      Tabungan dengan prinsip wadiah.
c.       Tabungan dengan prinsip mudharabah muthlaqah atau prinsip mudharabah muqayyadah yang risikonya ditanggung bank.
d.      Deposito dengan prinsip mudharabah muthlaqah atau mudharabah muqayyadah.
e.       Simpanan berdasarkan prinsip syariah lainnya ditetapkan LPS setelah mendapat pertimbangan Lembaga Pengawas Perbankan.[3]

A.  Tugas dan Wewenang OJK
Fungsi OJK ditentukan dalam Pasal 5 UU OJK, yang berbunyi bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
1.    Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan
2.    Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal
3.    Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
 Kewenangan OJK ditentukan dalam Pasal 7 UU OJK, yang        berbunyi bahwa dalam melaksanakan tugasnya, OJK memiliki wewenang sebagai berikut:                                                    
1.    Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi :
a.     Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank.
b.    Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas dibidang jasa;
2.    Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi :
a.    Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank
b.    Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank
c.    Sistem informasi debitur
d.   Pengujian kredit (credit testing)
e.    Standar akuntansi bank
3.    Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi :
a.    Manajemen risiko
b.    Tata kelola bank
c.    Prinsip mengenai nasabah dan anti pencucian uang
d.   Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan
e.    Pemeriksaan bank

        A.        Mekanisme Kerja OJK dan LPS
1.      Mekanisme OJK
OJK harus senantiasa melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai berikut :
a.       Memberikan informasi keuangan kepada BI dan LPS sesuai tugas dan wewenang masing-masing, agar penyelenggaraan fungsinya berjalan aktif dan baik. Informasi harus lengkap dan uptodate yang diperoleh melalui akses langsung ke pusat informasi yang dipelihara OJK.
b.      OJK wajib bertukar informasi dengan BI dalam menyelenggarakan financial stability analisys.
c.       OJK selaku otoritas pengatur tingkat kesehatan bank wajib memelihara kerja sama yang baik dengan BI.
d.      Secara berkala, OJK menyampaikan laporan ke Menteri Keuangan tentang efisiensi dan kesehatan dari individual bank.
e.       Untuk mengantisipasi terjadinya suatu gangguan serius terhadap perekonomian nasional yang diakibatkan oleh bank tertentu, disusun suatu mekanisme yang menciptakan kerjasama antara OJK, BI, LPS dan Departemen Keuangan.[4]

2.      Mekanisme LPS
             Berdasarkan Pasal 4 UU No. 24 Tahun 2004, penjamin simpanan nasabah meliputi penjaminan bentuk yang setara dengan simpanan bagi bank yang menggunakan prinsip syariah. LPS berfungsi menciptakan dan memelihara stabilitas sistem keuangan bersama dengan Menteri keuangan, BI dan Lembaga Pengawas Perbankan sesuai dengan peran dan tugas masing-masing.
             Sejak tanggal 22 Maret 2006, penjaminan oleh LPS meliputi simpanan paling banyak Rp 5 M per nasabah per bank. Nilai simpanan yang dijamin tersebut akan dikurangi secara bertahap menjadi paling banyak Rp 1 M sejak 22 September 2006 dan paling banyak Rp 100 juta sejak 22 Maret 2007.
             Nilai simpanan yang dijamin LPS mencakup saldo pada tanggal pencabutan izin usaha bank.Untuk simpanan yang memiliki komponen bagi hasil, saldo tersebut meliputi pokok yang ditambah bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah sampai tanggal pencabutan izin usaha BUS, BPRS atau BUK yang menjadi induk UUS.
             Pada dasarnya, LPS bukanlah asuransi. Program penjaminan yang dilaksanakan LPS dikenal deposit insurance, pertama kali digunakan di Amerika Serikat tahun 1933 sewaktu mendirikan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC). Deposit Insurance atau jaminan simpanan adalah jaminan yang diberikan kepada nasabah penyimpan pada bank oleh penyelenggara penjaminan.[5]
             Saat ini, sistem yang digunakan LPS adalah flat rate.Sistem ini mengandung kelemahan karena dipercaya menimbulkan insentif bagi bank untuk meningkatkan risiko dalam portofolio mereka. Apabila LPS telah menggunakan risk base premium, maka permintaan perbankan syariah dapat dipenuhi dalam artian bank syariah yang sehat membayar premi lebih rendah dibandingkan bank syariah yang tidak sehat.




BAB III
PENUTUP
        A.        Kesimpulan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK), yang memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan atas industri jasa keuangan secara terpadu.
Dalam UU NO 21 Tahun 2011 Pasal 6, OJK melaksanakan  tugas pengaturan  danpengawasan terhadap :
a.       Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan.
b.      Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal.
c.       KegiatanjasakeuangandisektorPerasuransian,Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merupakan suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia.Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.








[1]Zaidatul amina, Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia: Melihat Dari: Pengalaman Di Negara Lain, Universitas Negeri Surabaya, 2012, hal. 8.
[2]Heri Sudarsono. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Kampus Fakultas Ekonomi UII. 2003),hlm.14
[3]Adrian Sutedi, Perbankan SyariahTinjauan dan Beberapa Segi Hukum. (Jakarta : Ghalia Indonesia,2009), hal. 154-156
[4]Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana,2006), hal.133
[5] Adrian Sutedi, Perbankan SyariahTinjauan dan Beberapa Segi Hukum. (Jakarta : Ghalia Indonesia,2009), hal. 159-161

PERAN DAN FUNGSI DPS, DSN, DAN DK DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

TUGAS MAKALAH INDIVIDU MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK Tentang : PERAN DAN FUNGSI DPS, DSN,  DAN DK DALAM LEMBAGA KEU...